SII atau Strategy of Information
Integration jika kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka akan berarti
“Sistem Informasi Integrasi”. Berdasarkan arti tersebut kita dapat menyebutkan
bahwa Strategy of Information Integration adalah sebuah strategi yang diambil
oleh para praktisi informasi dalam menghadapi tantangan dimana sejumlah sistem
informasi yang berbeda harus diintegrasikan. Hal ini biasanya terjadi pada saat
akuisisi atau merger, penggabungan satu atau dua institusi pemerintahan,
kerjasama program berbasis lintas sektoral, dan lain sebagainya.
Sebelum
masuk ke pembahasan Strategy of Information Integration, ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu pengertian dari Information Integration. Pada situs
resmi IBM, Information Integration adalah kumpulan teknologi yang menggabungkan
sistem manajemen database, layanan web, replikasi, federasi sistem, dan fungsi
pergudangan menjadi sebuah platform. Itu juga mencakup berbagai interface
pemrograman dan data model. Dengan menggunakan Information Integration, kita
bisa mengakses berbagai data (baik terstruktur, tidak terstruktur maupun semi
terstruktur), dan kita juga bisa merubah data ke format yang menyediak akses
yang mudah ke informasi di seluruh perusahaan.
Information
Integration memungkinkan integrasi data dan konten sumber dengan fungsi sebagai
berikut:
*
menyediakan real-time untuk membaca dan menulis
*
mengubah data untuk analisis bisnis dan pertukaran data
*
mengatur penempatan data untuk kinerja, mata uang dan ketersediaan
Fenomena
information integration yang terjadi belakangan ini adalah:
-
Merger atau akusisi dua buah atau lebih korporasi
-
Restrukturisasi korporasi
-
Tuntutan berbagai mitra usaha baik di dalam maupun luar negeri untuk
meningkatkan kualitas aliansi atau kolaborasi
Yang sering menjadi masalah adalah adanya ego sektoral dari masing-masing
institusi yang terlibat saat pengintegrasian sistem. Untuk menangani
permasalahan tersebut, SII sangat dibutuhkan. SII menggunakan beberapa buah
metodologi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1.
Exploitasi kapabilitas lokal.
Pada tahap ini,
dilakukan pengembangan secara maksimal kapabilitas dari sistem informasi
masing-masing organisasi. Tujuan dari dilakukannya tahap ini adalah untuk
memahami secara sungguh-sungguh batasan maksimal kemampuan sistem informasi
dalam menghasilkan kebutuhan manajemen strategis dan operasional organisasi
yang bersangkutan – baik dilihat dari segi keunggulannya maupun
keterbatasannya. Hasil kajian ini sangatlah berguna untuk tahapan selanjutnya,
terutama nanti dalam melihat cara-cara mengatasi keterbatasan masingmasing
sistem informasi terkait. Adanya tahap ini juga bermanfaat bagi mereka yang
selama ini belum tahu benar mengenai karakteristik dan spesifikasi sistem
informasi yang dimiliki untuk dapat lebih mengerti kapabilitas kemampuan sistem
yang sebenarnya. Dengan adanya tahap ini diharapkan terdapatnya pemahaman akan
keunggulan dan keterbatasan sistem informasi yang dimiliki organisasi dalam hal
memenuhi visi dan misi organisasi yang bersangkutan maupun dalam kaitannya
dengan kebutuhan organisasi mitra lainnya yang diajak bekerjasama.
2.
Lakukan integrasi tak tampak
Pada tahap ini
dilakukan proses integrasi dengan cara berdiskusi. Yang berhak berdiskusi di
sini adalah para CIO (Chief Information Organization) dari masing-masing
organisasi yang terlibat. Dengan berkumpul dan berdiskusi bersama diharapkan
akan menemukan jalan keluar pemenuhan kebutuhan yang ada. Secara tidak
langsung, dalam proses ini, cetak biru arsitektur masing-masing sistem
informasi dapat mulai saling diperkenalkan dan dipertukarkan. Tahap ini
merupakan tahap tersulit dari sebuah pengintegrasian antar organisasi. Jika hal
ini berhasil dilakukan, maka tahap yang tersulit dalam integrasi telah berhasil
dilalui. Pada saat inilah sebenarnya hakekat ”integrasi” telah dilakukan.
Secara teknis yang biasa dihasilkan adalah ide-ide solusi dalam bentuk penambahan
sejumlah entitas atau komponen sebagai jembatan antara satu sistem dan sistem
lainnya tanpa harus merusak masingmasing sistem informasi yang telah dianggap
baik bekerja oleh setiap organisasi yang ada. Tujuan dari tahap ini sebenarnya
ialah didapatnya kepercayaan dan kesadaran akan perlunya kerjasama untuk
memecahkan solusi.
3.
Kehendak berbagi pakai
Pada tahap ini
dilakukan evaluasi seberapa efisien dan optimum solusi tersebut berhasil
dibangun terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan beraneka ragam sumber daya
organisasi. Untuk melakukannya, sekali lagi para CIO akan berkumpul dan melihat
bahwa banyak peluang untuk meningkatkan kinerja solusi yang dihasilkan jika dan
hanya jika adanya ”sharing” atau pola berbagi pakai antar sumber daya teknologi
informasi yang dimiliki masing-masing organisasi. Tujuan dari tahap ini adalah
mulai bergesernya pemikiran-pemikiran yang didominasi oleh faktor emosional dan
menyingkirkan ego masing-masing ke arah menghasilkan ide-ide brilian yang
dipandu oleh pemikiran rasional.
4.
Redesain arsitektur proses
Mencari solusi
dari tahap ketiga tadi hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kepentingan
internal saja. Ketika organisasi tersebut harus berurusan dengan pemenuhan
kebutuhan pemilik kepentingan eksternal, seperti misalnya pelanggan atau
publik, maka proses yang cepat, berkualitas, dan murah adalah yang menjadi
dambaan mereka. Hal tersebut tidaklah mungkin terjadi jika secara lintas
organisasi tidak dilakukan aktivitas redesain proses.
Di sinilah
tahap penentu integrasi diuji kembali, karena yang akan terlibat tidak sekedar
para CIO, melainkan pimpinan nomor satu dari masing-masing organisasi. Kegiatan
kolaborasi ini akan efektif jika bermula dari akhir, dalam arti kata
menggunakan kebutuhan pemegang kepentingan akhir (yaitu pelanggan atau publik)
sebagai target solusi redesain. Dengan berpegang pada konsep dan teori BPR (=
Business Process Reengineering) sejumlah usaha untuk melakukan eliminasi,
simplifikasi, integrasi, dan otomatisasi proses akan dilakukan. Hal yang perlu
diperhatikan di sini adalah semangat kolaborasi antar CIO yang harus ditularkan
ke para pimpinan organisasi. Jadi, tujuan dari tahap ini yang ingin dicapai
adalah kesepakatan untuk melakukan kolaborasi secara lebih jauh, yaitu dengan
memperhatikan nilai (atau value) dari pemegang kepentingan utama dari seluruh
organisasi yang berkolaborasi. Ragam proses baru inilah yang akan menjadi cikal
bakal atau embrio arsitektur sebuah sistem informasi terintegrasi yang
dimaksud, yang merupakan penjelmaan ”secara tidak sadar” kumpulan sistem
informasi organisasi beragam yang ada.
5.
Optimalkan infrastruktur
Rancangan
beraneka ragam proses baru yang dihasilkan pada tahap sebelumnya tidaklah akan
berjalan secara efektif, efisien, optimal, dan terkontrol dengan baik apabila
secara fundamental tidak dilakukan penyesuaian terhadap infrastruktur
organisasi yang ada – dalam hal ini adalah arsitektur sistem informasi
terintegrasi yang dimiliki. Dalam kaitan inilah maka optimalisasi sistem
informasi terintegrasi yang bercikal bakal pada masing-masing sistem informasi
organisasi akan menghasilkan sebuah sistem dengan komponen-komponen lengkapnya
seperti: perangkat keras, perangkat lunak, infrastruktur jaringan, sumber daya
manusia, sistem database terpadu, dan lain sebagainya.
Tujuan dari
tahap optimaliasi ini adalah sebuah sistem informasi terpadu yang dapat bekerja
secara efektif melayani kepentingan vertikal maupun horisontal. Dan tentu saja
yang tidak kalah pentingnya, yaitu semakin eratnya relasi antar organisasi yang
berkolaborasi setelah melewati sejumlah tahap sebelumnya.
6.
Transformasi organisasi
Tahap terakhir
yang akan dicapai sejalan dengan semakin eratnya hubungan antar organisasi
adalah transformasi masing-masing organisasi. Transformasi yang dimaksud pada
dasarnya merupakan akibat dari dinamika kebutuhan lingkungan eksternal
organisasi yang memaksanya untuk menciptakan sebuah sistem organisasi yang
adaptif terhadap perubahan apapun.
Sistem
informasi masa kini yang dibangun dengan menggunakan paradigma rumah tumbuh dan
berbasis komponen (baca: object-based approach) secara tidak langsung akan
menular kepada karakteristik dari organisasi terkait. Artinya, sejumlah hal
baru akan tumbuh menggantikan sesuatu yang telah lama dianut, misalnya:
• Transformasi dari organisasi berbasis struktur dan fungsi menjadi organisasi
berbasis proses;
• Transformasi dari organisasi berbasis sumber daya fisik menjadi organisasi
berbasis pengetahuan;
• Transformasi dari organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan internal
menjadi organisasi berbasis kebutuhan pemilik kepentingan eksternal;
• Transformasi dari organisasi berbasis rantai nilai fisik menjadi organisasi
berbasi rantai nilai virtual; dan lain sebagainya.
Demikianlah
rangkaian dari metodologi dalam SII. Dalam prakteknya, rangkaian tahapan
tersebut akan berlangsung membentuk siklus hidup yang tidak berkesudahan,
sejalan dengan keinginan setiap organisasi untuk selalu memperbaiki kinerjanya
dari waktu ke waktu. Tentu saja setelah melalui proses evaluasi dan
pembelajaran yang terjadi secara kontinyu dan berkesinambungan.
Sumber:
- ibm.com
- http://www.batan.go.id/sjk/eII2006/Page02/P02h.pdf